GAYA etnik masih menjadi kunci tren busana pada 2010. Terlihat dari berbagai sentuhan eksotis yang menjadi pilihan para desainer, baik perancang internasional maupun lokal. Seperti apa?

Dari berbagai pergelaran yang digelar, baik pekan mode internasional maupun koleksi milik para desainer lokal, dapat ditarik satu kesimpulan. Sepanjang 2010, busana berelemen etnis tetap akan menjadi kunci untuk tampil up to date. Matthew Williamson misalnya. Desainer yang juga menjabat sebagai Direktur Kreatif rumah mode Emilio Pucci ini menghadirkan koleksi yang terinspirasi gaya bohemian kaum hippies. Nuansa etnis ala gipsi terasa kental mendominasi rancangan Williamson, yang dipertunjukkan di London Fashion Week beberapa waktu lalu.

Koleksi tersebut langsung memberikan kesan etnik di antara koleksi lain yang cenderung bergaya kontemporer. Terutama melalui sentuhan hippie ala Meksiko yang dipadukan dengan combat boots beraksen. Rancangan Williamson rupanya senada dengan koleksi besutan Christopher Kane.

Kane menampilkan gaya eklektik dalam tema ”geek chic” yang memadukan corak floral, detail sequin, serta jubah ala Batman. Unik, bergaya etnis, sekaligus atraktif. Di kesempatan yang sama, Christoper pun tidak ketinggalan menghadirkan nuansa etnik dalam palet lembut yang langsung menjadi incaran fashionista London.

Kesan etnik pun tidak ketinggalan dihadirkan para desainer Indonesia. Mulai dari pergelaran tahunan Trend Show IPMI, Jakarta Fashion Week, serta beragam perhelatan mode yang digelar, sentuhan tradisional dan elemen etnik hadir di sana-sini.

Bukan hanya dari segi penggunaan warna yang mengarah pada palet eksotis, tapi juga ragam material yang digunakan. Kain tradisional Indonesia seperti batik dan tenun tetap merajai panggung pergelaran busana. Lihat saja koleksi para perancang lokal yang tidak jauh-jauh dari nuansa etnis Tanah Air, seperti halnya Carmanita, Sofie, dan Poppy Dharsono.

Untuk tren busana 2010, Poppy mempersembahkan koleksi etnik yang mengeksplorasi kain batik khas Banyumas. Di tangan Poppy, batik unik itu berevolusi menjadi rancangan bergaya kontemporer. Dengan apik, Poppy mengombinasikannya dengan berbagai material lain seperti katun, tulle, organdy silk, dan diolah menjadi rancangan yang lebih elegan.

Seperti halnya Ian, Sofie pun menghadirkan karya etnis dalam kemasan modern. Koleksi bertema ”Gothchic” tersebut rupanya terinspirasi dari sisi gelap ala goth yang dipermanis dengan sentuhan etnik dari kain batik maupun ornamental khas Sofie. Hal itu kemudian dituangkan menjadi koleksi yang bernapaskan etnik kontemporer dalam paduan motif floral, permainan tabrak motif, embroidery, maupun aplikasi dekoratif lainnya.

”Koleksi ini saya tujukan bagi wanita urban yang mapan, mandiri, dan penuh percaya diri,” ujar Sofie. Karena itu, desainer yang memiliki nama lengkap Ahmad Sofiyulloh ini menghadirkan ragam gaya klasik yang dipadu sentuhan folkloris, baik pada blus, terusan pendek, rok selutut, maupun celana jodhpur. Sekali lagi, warna natural jadi pilihan, namun Sofie memberi sentuhan yang berbeda dengan menambahkan palet solid layaknya ungu dan hitam.

Sementara Carmanita memilih gaya rancangan yang lebih unik melalui teknik tie-dye. Carmanita langsung melukisnya dan sebagian dibantu oleh teman-temannya. Palet lembut layaknya ungu, pink, oranye, kuning, biru muda, dan merah marun, menjadi pilihan Carmanita. Meskipun bernuansa etnis, koleksinya hadir sangat simpel. Carmanita mengakui, seluruh rancangannya hadir tanpa pola.

”Semua rancangan dibuat tanpa patron,” sebutnya. Karenanya, wajar bila blus yang dipadukan dengan celana galembong besutannya tampil natural. Pasalnya, setiap koleksinya dibuat dari selembar kain yang tidak dipotong ataupun dijahit. Hanya dililitkan begitu saja dengan bantuan peniti atau jahitan sederhana. Feminin, kasual, dan tentu saja etnik.



sumber : okezone.com

0 Response to " "

Posting Komentar